ANTIKONVULSI
DEFINISI
Kejang adalah gerakan otot tonik klonik atau klonik yang
involuntary yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan
listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang dapat bersifat epileptik
maupun non epileptik. Kejang epileptik adalah gejala umum yang terjadi pada
penyakit epilepsi yang disebabkan oleh gangguan susunan syaraf pusat yang
spontan dan berulang dengan periode singkat.
Antikonvulsi (anti kejang) digunakan untuk mencegah dan
mengobati bangkitan epilepsi (epileticseizure) dan bangkitan non-epilepsi.
Kebanyakan obat anti konvulsi bersifat sedatif (meredakan). Semua obat
antikonvulsi memiliki waktu paruh panjang, dieliminasi dengan lambat, dan
berkumulasi dalam tubuh pada kasus-kasus kejang karena Epileptik. Golongan obat
ini lebih tepat dinamakan Anti Epilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk
gejala konvulsi penyakit lain.
Terapi kejang umumnya bersifat simptomatik dan terapi
yang sering digunakan adalah golongan barbiturat dan benzodiazepin. Penggunaan
dari obat antikonvulsi dapat menyebabkan sakit kepala, sindrom serebral,
perubahan jaringan konektif, hiperplasia gusi, kulit wajah menjadi kasar,
penyakit metabolisme tulang, sedasi, dan gangguan kognitif.
PENYEBAB
Faktor resiko epilepsi antara lain asfiksia neonatorium,
riwayat demam tinggi, riwayat ibu yang memiliki faktor resiko tinggi (wanita
dengan latar belakang susah melahirkan atau pengguna obat-obatan, hipertensi),
pasca trauma kelahiran, riwayat ibu yang menggunakan obat anti konvulsan selama
kehamilan, riwayat intoksikasi obat-obatan maupun alkohol, adanya riwayat
penyakit pada masa anak-anak (campak, mumps), riwayat gangguan metabolisme
nutrisi dan gizi, riwayat keturunan epilepsi. Penyebab timbulnya kejang pada
penderita antara lain ketidakpatuhan meminum obat sesuai jadwal yang diberikan
oleh dokter dan dosis yang telah ditetapkan, meminum minuman keras seperti
alkohol, memakai narkoba seperti kokain atau pil lain seperti ekstasi,
kurangnya tidur pada penderita, mengkonsumsi obat lain sehingga mengganggu efek
obat epilepsi.
KLASIFIKASI
Klasifikasi bangkitan
Epileptik :
1. Bangkitan Umum
1.1. Tonik – klonik
1.2. Absans
1.3. Klonik
1.4. Tonik
1.5. Atonik
1.6. Mioklonik
2. Bangkitan Parsial /
Fokal
2.1. Parsial sederhana
2.2. Parsial kompleks
2.3. Kejang umum sekunder
3. Tidak terklasifikasi
MEKANISME
Obat anti epilepsi (OAE) bekerja melawan bangkitan
melalui berbagai target seluler, sehingga mampu menghentikan aktivitas
hipersinkroni pada sirkuit otak. Mekanisme kerja OAE dapat dikategorikan dalam
empat kelompok utama :
(1) modulasi
voltage-gated ion channels, termasuk natrium,kalsium, dan kalium
(2) peningkatan
inhibisi GABA melalui efek pada reseptor GABA-A, transporter GAT-1 GABA, atau GABA transaminase
(3) modulasi langsung
terhadap pelepasan sinaptik seperti SV2A dan α2δ
(4) inhibisi sinap
eksitasi melalui reseptor glutamat ionotropik termasuk reseptor AMPA.
Efek utama adalah
modifikasi mekanisme burst neuron dan mengurangi sinkronisasi pada neuron. OAE
juga menghambat firing abnormal pada area lain. Beberapa bangkitan, misalnya
bangkitan absans tipikal disebabkan karena sinkronisasi talamokortikal,
sehingga OAE yang bekerja menghambat mekanisme tersebut efektif untuk mengobati
bangkitan absans tipikal. Kebanyakan target OAE adalah pada kanal natrium,
kalium, dan reseptor GABA-A.
GOLONGAN OBAT
ANTIKONVULSI
Obat anti epilepsi merupakan terapi farmakologi utama
pada epilepsi. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antiepilepsi dapat dibagi
menjadi empat kategori.
1.
Mekanisme
KerjaGABA-Glutamat dependent
Golongan obat ini bekerja dengan meningkatkan efek
inihibisi GABA, dimana GABA merupakan neurotransmitter inhibisi dan glutamat
merupakan neurotransmitter eksikatori. Dengan meningkatkan aktivitas reseptor
GABA-ergik maka akan dihasilkan banyak neurotransmitter GABA yang dapat
memberikan efek penyeimbang terhadap efek eksikatori dari glutamate.
-
Benzodiazepin
Dalam
golongan benzodiazepin terdapat banyak obat yang mempunyai efek anti epilepsi
yaitu klonazepam, klorazepat, diazepam dan lorazepam. Diazepam dan lorazepam
mempunyai peranan yang besar dalam penanganan status epileptikus. Klonazepam
efektif dalam terapi kejang absen dan kejang mioklonik pada anak. Efek samping
utama obat golongan ini adalah rasa kantuk dan letargi. Depresi pernafasan dan
kardiovaskular dapat terjadi setelah pemberian iv diazepam, klonazepam atau
lorazepam, terutama jika sebelumnya telah diberi obat antiepilepsi lain atau
depresan pusat.
-
Gabapentin
dan Pregabalin
Gabapentin
dirancang sebagai agonis GABA yang aktif terhadap pusat, kelarutannya yang
tinggi dalam lemak dimaksudkan untuk mempermudah transfernya melintasi sawar
darah otak. Pregabalin adalah analog GABA lainnya yang berkaitan erat dengan
gabapentin, obat tersebut telah terbukti mempunyai aktivitas anti kejang dan
analgesik. Pada pasien yang mendapat gabapentin dijumpai peningkatan
konsentrasi GABA pad otak.
-
Tiagabin
Tiagabin
diindikasikan sebagai terapi adjuvan untuk kejang parsial dan efektif dalam
dosis yang berkisar dari 16-56 mg/hari, kadang diperlukan dosis hingga empat
kali sehari. Efek samping utama obat ini adalah somnolen, pusing dan tremor. Dimana
terjadi pada keparahan ringan sampai sedang dan terjadi segera setelah
dikonsumsi.
2. Mekanisme Kerja Mengurangi Efek
Eksikatori Glutamat
Obat-obat dalam kategori ini mempunyai mekanisme kerja
memblokade reseptor NMDA dan AMPA yang merupakan reseptor yang melepaskan
neurotransmitter eksikatori utama yaitu glutamat. Dimana ketika reseptor
tersebut diblokade maka konsentrasi glutamat akan menurun beserta efek
eksikatorinya.
-
Topiramat
Berdasarkan
uji-uji klinis, telah dibuktikan topiramat efektif untuk kejang parsial dan
kejang tonik-klonik generalisata. Dapat digunakan juga untuk sindrom
Lennox-Gastaut dan mungkin efektif untuk spasme infantil dan bahkan kejang
absen. Efek samping yang sering muncul adalah somnolens, lelah, berat badan
turun dan gugup.
-
Fenobarbital
Merupakan
obat yang efektif untuk pasien yang tidak mempunyai respon baik terhadap obat
antiepilepsi lain pada pengobatan kejang tonik-klonik, kejang parsial sederhana
dan kejang parsial kompleks. Juga efektif pada pengobatan pada status
epileptikus. Efek samping dari obat ini antara lain sedasi, ataksia, nistagmus,
dan reaksi hipersensitifitas dapat terjadi pada pasien anak.
-
Felbamat
felbamat
efektif untuk kejang parsial dan kejang menyeluruh sekunder yang sulit
dikendalikan, selain itu felbamat juga diketahui efektif pada pasien dengan
sindrom Lennox-Gastaut. Meskipun efektif untuk kejang parsial pada sebagian
pasien namun obat ini dapat menyebabkan anemia aplastik dan hepatitis berat
dengn angka kejadian cukup tinggi sehingga dijadikan obat lini ketiga untuk
kasus refrakter.
3. Mekanisme Kerja Blokade Kanal
Natrium atau Kalsium
Mekanisme kerja
obat kategori ini adalah memblokade kanal kalsium atau natrium yang memicu
depolarisasi. Dengan menghambat terbukanya kembali kanal Na+ (inaktivasi) maka
tidak dapat terjadi potensial aksi dan menurunkan serangan. Selain itu, dapat
menyebabkan kenaikan periode refractory dan menurunnya cetusan ulangan.
-
Fenitoin
Fenitoin
adalah obat antiepilepsi nonsedatif tertua yang diperkenalkan pada tahun 1938. Natrium
fenitoin (Phosphenytoin) adalah prodrug dari fenitoin yang lebih larut dalam
air dari pada fenitoin, dapat diberikan secara intravena dan intramuskular
serta memiliki waktu paruh 8 sampai 15 menit. Dimana pada pemberian injeksi
intravena fosfenitoin, dalam tubuh molekul fosfat dipecah dari biphosphatases
phosfenitoin yang mengubah molekul fosfenitoin menjadi senyawa fenitoin aktif.
-
Karbamazepin
Karbamazepin
digunakan untuk berbagai jenis epilepsi, baik digunakan sebagai obat tunggal
maupun kombinasi. Efektif pada pengobatan kejang parsial dan kejang
tonik-klonik umum, karbamazepin juga obat utama untuk neuralgia trigeminal. Selain
mengontrol kejang, karbamazepin dapat meringankan depresi dan meningkatkan
kewaspadaan. Efek samping pada obat ini antara lain mual, muntah, pusing,
vertigo, ataksia, pandangan kabur dan steven jhonson syndrom pada pemakaian
jangka panjang.
-
Lamotigrin
Selain
efektif untuk kejang parsial, lamotigrin juga terbukti aktif untuk kejang
mioklonik dan kejang absen pada anak serta telah disetujui untuk mengontrol
kejang pada sindron Lennox-Gastault, selain itu juga efektif untuk gangguan
bipolar. Efek samping yang paling sering muncul adalah pusing, ataksia,
pandangan kabur, mual dan muntah, beberapa kasus sindrom steven-johnson serta
koagulasi dalam pembuluh darah yang menyebar telah dilaporkan.
4. Mekanisme
Kerja Blokade Kanal Kalsium tipe-T
Kanal kalsium merupakan target dari beberapa obat
antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan
dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada
kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi
sentakan pada kejang absens.
-
Asam
Valproat
Asam
valproat efektif pada pengobatan kejang absen, kejang parsial, kejang
tonik-klonik dan beberapa pasien dengan kejang atonik dapat memberikan respon. Asam
valproat digunakan untuk generalized seizure, (termasuk mioklonus dan lena,
seagai drug of choice), sindrom Lennox-Gastaut, sindrom epilepsi pada anak dan
kejang demam. Efek samping yang paling sering terjadi berupa gejala
gastrointestinal, anoreksia, mual, dan muntah.
-
Etosuksimid
Etosuksimid
(zarotin) merupakan obat yang efektif pada pengobatan kejang absen, kejang
klonik namun tidak pada kejang atonik. Obat ini bekerja dengan menghambat kanal
natrium dan kalium, menurunkan nilai ambang kalsium tipe T dan juga
meningkatkan respon GABA. Efek samping pada obat ini adalah kantuk, sakit
kepala, anoreksia dan mual.
PERMASALAHAN
1.
Bagaimana pengaruh obat antikonvulsi
terhadap ibu menyususi ?
2.
Apakah anak-anak sudah dikatakan
epilepsi jika baru 1 kali mengalami kejang tanpa penyebab ?
3.
Apakah epilepsi harus digunakan seumur
hidup ?
DAFTAR
PUSTAKA
Erjon., G. O. Zizba dan
S. Meisyayati. 2017. Standarisasi dan Efek Antikonvulsi Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Pada Mencit Putih
Jantan. Jurnal Penelitian Farmasi
Indonesia. 5(2).
Husna, M dan S. N.
Kurniawan. 2018. Review : Mekanisme Kerja Obat Anti Epilepsi Secara
Biomolekular. MNJ. 4(1).
Kristanto, A. 2017. Epilepsi
bangkitan umum tonik-klonik di UGD RSUP Sanglah Denpasar-Bali. Intisari Sains Medis. 8(1).
Baiklah di sini saya akan menjawab pertanyaan no 1,
BalasHapusObat antikonvulsi boleh digunakan pada ibu menyususi karena tidak berpengaruh terhadap bayi. contohnya : natrium valproat, karbamazepin, etosuksimid.
Semoga jawabanya dapat di terima.
Baiklah saya ingin menambahkan jawaban diatas. Menurut saya, hanya obat yang sangat diperlukan saja yang boleh diberikan pada ibu menyusui. Bila usia bayi kurang dari 1 bulan, atau bayi lahir prematur, pemberian obat pada ibu sedapat mungkin dihindari. Keputusan untuk memberikan atau tidak memberikan obat sangat tergantung pada klinikus, dengan mempertimbangkan keuntungan pengobatan dan dampak kerugian pada bayi. Terima kasih, semoga membantu.
HapusTerimakasih atas materinya , saya akan coba membantu menjawab no 2 dimana Jika baru 1 kali mengalami kejang tanpa penyebab belum dapat dikatakan epilepsi. Akan tetapi pemberian obat antiepilepsi akan dipertimbangkan jika risiko berulangnya kejang cukup besar yang dapat dilihat dari pemeriksaan EEG yang tidak normal (banyak fokus kejang) atau anak walaupun baru 1 kali mengalami kejang tapi kejang berlangsung lama (lebih dari 30 menit).
BalasHapusSangat bermanfaat, baik saya akan jawab pertanyaan no. 3
BalasHapusSebagian besar pengobatan epilepsi tidak seumur hidup. Ada jenis epilepsi tertentu (Juvenile myoclonic epilepsy) yang memerlukan pengobatan seumur hidup. Jenis epilepsi yang berat juga memerlukan pengobatan yang lebih lama dengan lebih dari 1 macam obat antiepilepsi. Jika setelah 2 tahun bebas kejang ternyata pada pemeriksaan EEG ulang masih terdapat gelombang kejang, makan pengobatan diteruskan sampai 3 tahun bebas kejang.
Haii raudhatul..saya mencoba menjawab pertanyaan no 3 :
BalasHapusSebagian besar tidak. Ada jenis epilepsi tertentu (Juvenile myoclonic epilepsy) yang memerlukan pengobatan seumur hidup. Jenis epilepsi yang berat juga memerlukan pengobatan yang lebih lama dengan lebih dari 1 macam obat antiepilepsi. Jika setelah 2 tahun bebas kejang ternyata pada pemeriksaan EEG ulang masih terdapat gelombang kejang, makan pengobatan diteruskan sampai 3 tahun bebas kejang.